Bolehkah Menikah Dalam Keadaan Hamil?

Muslimah

Bolehkah Menikah Dalam Keadaan Hamil? Muslimah

MUSLIMAHSiapa yang tidak ingin menikah? Momen ini merupakan momen yang paling sakral dan ditunggu setiap insan. Namun, bolehkah bagi seorang muslimah menikah dalam keadaan hamil?

Bagaimana tidak, ketika kita sedang menikah, itu artinya kita sedang berjanji di hadapan Allah dan mengikrarkan diri mengarungi biduk rumah tangga sampai Allah menakdirkan untuk berpisah.

Saudara muslimah, Islam merupakan agama yang suci dan semua tata kehidupan telah diatur di dalamnya, termasuk persoalan nikah. Menikah bukan suatu hal yang bisa dianggap remeh temeh.

Kasus yang sering menjadi pertanyaan besar dan sering diartikan salah kaprah adalah kondisi seorang wanita yang sedang mengandung. Ia tetap melangsungkan prosesi pernikahan meskipun sedang hamil besar. Lalu bolehkah menikah dalam keadaan hamil?

Persoalan kehamilan diluar nikah merupakan hal yang serius yang wajib dibahas pada fiqih Islam. Hamil diluar nikah tentu saja sebuah tamparan besar bagi keluarga. Seorang wanita beserta akan mendapatkan hukuman moral dari warga. Rasa malu dan dikucilkan tentu saja menjadi makanan sehari-hari.

Tidak hanya itu, mendapati seorang gadis hamil di luar nikah, artinya keluarganya bukanlah keluarga baik-baik. Orang tua yang juga harus menanggung malu yang cukup berat. Karena itu, menikah dalam keadaan hamil cenderung dipaksakan dan diada-adakan demi menutupi aib.

Menikah Dalam Keadaan Hamil Menurut Islam

Pandangan menikah dalam keadaan hamil, para ulama memiliki dua pendapat berbeda.

Imam Abu Hanifah. Beliau berpendapat bahwa, wanita hamil boleh dinikahi oleh lelaki yang menghamilinya. Akan tetapi, apa bila wanita tersebut menikah dengan lelaki yang bukan menghamilinya, maka ia tidak boleh menggauli sang istri sampai bayi lahir. Hal ini juga dijelaskan dalam sabdah Rasulullah, “Tidak boleh menggauli perempuan yang sedang hamil sampai melahirkan,” (HR Abu Daud dan Hakim).

Ahmad Bin Hanbal dan Imam Malik. Beliau berpendapat bahwa seorang lelaki yang menghamili pacaranya yang hamil tidak diperbolehkan. Pendapat ini dirujukkan pada QS An-Nur ayat 3, “laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina”.

Imam Syafi’i. Ulama ini berpendapat kalau wanita hamil boleh menikah dengan laki-laki yang menghamili maupun yang bukan menghamilinya. Hal ini dilandaskan pada QS An-Nisa ayat 23-24 yang menjelaskan tentang seorang wanita hamil akibat perbuatan zina. Kemudian, pendapat ini didukung juga dengan QS An-Nur ayat 32, “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba sahayamu yang perempuan.” Ayat ini menjelaskan tentang seorang wanita hamil akibat perbuatan zina, boleh dinikahi karena bukan dari gologan wanita bersuami.

Melihat beberapa pandangan para ulama di atas, tergantung dari kita kemana kita akan mengikuti tafsir tentang pernikahan yang mana sang wanita dalam keadaan hamil. Yang perlu digaris bawahi ini adalah, sebaik-baiknya pernikahan adalah yang tidak diawali kemaksiatan. Karena, selain dosa yang harus dipertanggungjawabkan oleh pelaku zina, tapi juga orangtua selaku pendidik di depan Allah sebab tidak menanamkan nilai keislaman yang selalu menganjurkan umatnya menjauhi zina dalam bentuk apa pun. Tidak hanya itu, meskipun menikah dalam keadaan hamil itu diperbolehkan, tentu saja sanksi dari masyarakat tidak akan hilang begitu saja. Desas-desus tentang kehamilan dan hasil perzinahan akan terus menggema. Kita tidak akan tahu bagaimana kelanjutan hukuman sosial ini akan berlangsung. Tentunya tidak akan berefek baik pada pelaku bahkan sang bayi yang tidak tahu apa-apa. Wallahu’alam.

Bagikan:

Berita Terkait